I miss you so much

Hukum kekekalan energi dan semua agama menjelaskan bahwa
apapun yang kita lakukan pasti akan dibalas sempurna kepada kita.
Apabila kita melakukan energi positif atau kebaikan
maka kita akan mendapat balasan berupa kebaikan pula.
Begitu pula bila kita melakukan energi negatif atau keburukan
maka kitapun akan mendapat balasan berupa keburukan pula.

Kali ini izinkan saya menceritakan sebuah pengalaman
pribadi yang terjadi pada 2003.

Pada September-Oktober 2003
isteri saya terbaring di salah satu rumah sakit di Jakarta.
Sudah tiga pekan para dokter belum mampu
mendeteksi penyakit yang diidapnya.
Dia sedang hamil 8 bulan.
Panasnya sangat tinggi.
Bahkan sudah satu pekan isteri saya telah terbujur di ruang ICU.
Sekujur tubuhnya ditempeli kabel-kabel
yang tersambung ke sebuah layar monitor.

Suatu pagi saya dipanggil oleh dokter yang merawat isteri saya.

Dokter berkata,
"Pak Jamil, kami mohon izin untuk mengganti obat ibu".

Sayapun menjawab
"Mengapa dokter meminta izin saya?
Bukankan setiap pagi saya membeli berbagai macam obat di apotek
dokter tidak meminta izin saya"

Dokter itu menjawab
"Karena obat yang ini mahal Pak Jamil."

"Memang harganya berapa dok?" Tanya saya.

Dokter itu dengan mantap menjawab
"Dua belas juta rupiah sekali suntik."

"Haahh 12 juta rupiah dok,
lantas sehari berapa kali suntik, dok?

Dokter itu menjawab,
"Sehari tiga kali suntik pak Jamil".

Setelah menarik napas panjang saya berkata,
"Berarti satu hari tiga puluh enam juta, dok?"
Saat itu butiran air bening mengalir di pipi.

Dengan suara bergetar saya berkata,
"Dokter tolong usahakan sekali lagi mencari penyakit isteriku,
sementara saya akan berdoa kepada Yang Maha Kuasa
agar penyakit istri saya segera ditemukan."

"Pak Jamil kami sudah berusaha semampu kami
bahkan kami telah meminta bantuan berbagai laboratorium
dan penyakit istri Bapak tidak bisa kami deteksi secara tepat,

kami harus sangat hati-hati memberi obat
karena istri Bapak juga sedang hamil 8 bulan,
baiklah kami akan coba satu kali lagi
tapi kalau tidak ditemukan
kami harus mengganti obatnya, pak." jawab dokter.

Setelah percakapan itu usai,
saya pergi menuju mushola kecil dekat ruang ICU.
Saya melakukan sembahyang dan saya berdoa,

"Ya Allah Ya Tuhanku...
aku mengerti bahwa Engkau pasti akan menguji semua hamba- Mu,
akupun mengerti bahwa setiap kebaikan yang aku lakukan
pasti akan Engkau balas
dan akupun mengerti bahwa setiap keburukan yang pernah aku lakukan
juga akan Engkau balas.
Ya Tuhanku...
gerangan keburukan apa yang pernah aku lakukan
sehingga Engkau uji aku dengan sakit isteriku yang berkepanjangan,
tabunganku telah terkuras,
tenaga dan pikiranku begitu lelah.
Berikan aku petunjuk Ya Tuhanku.
Engkau Maha Tahu
bahkan Engkau mengetahui setiap guratan urat di leher nyamuk.
Dan Engkaupun mengetahui hal yang kecil dari itu.
Aku pasrah kepada Mu Ya Tuhanku.
Sembuhkanlah istriku.
Bagimu amat mudah menyembuhkan istriku,
semudah Engkau mengatur milyaran planet di jagat raya ini."

Ketika saya sedang berdoa itu
tiba-tiba terbersit dalam ingatan akan kejadian puluhan tahun yang lalu.
Ketika itu, saya hidup dalam keluarga yang miskin papa.
Sudah tiga bulan saya belum membayar biaya sekolah
yang hanya Rp. 25 per bulan.
Akhirnya saya memberanikan diri mencuri uang ibu saya
yang hanya Rp. 125.
Saya ambil uang itu,
Rp 75 saya gunakan untuk membayar SPP,
sisanya saya gunakan untuk jajan.

Ketika ibu saya tahu bahwa uangnya hilang
ia menangis sambil terbata berkata,
"Pokoknya yang ngambil uangku kualat...
yang ngambil uangku kualat..."
Uang itu sebenarnya akan digunakan membayar hutang oleh ibuku.
Melihat hal itu saya hanya terdiam
dan tak berani mengaku bahwa sayalah yang mengambil uang itu.

Usai berdoa saya merenung, "
Jangan-jangan inilah hukum alam dan ketentuan Yang Maha Kuasa
bahwa bila saya berbuat keburukan
maka saya akan memperoleh keburukan.
Dan keburukan yang saya terima adalah
penyakit isteri saya ini
karena saya pernah menyakiti ibu saya
dengan mengambil uang yang ia miliki itu."

Setelah menarik nafas panjang saya tekan nomor telepon rumah
dimana ibu saya ada di rumah menemani tiga buah hati saya.
Setelah salam dan menanyakan kondisi anak-anak di rumah,
maka saya bertanya kepada ibu saya
"Bu, apakah ibu ingat ketika ibu kehilangan uang
sebayak seratus dua puluh lima rupiah
beberapa puluh tahun yang lalu?"

"Sampai kapanpun ibu ingat Mil.
Kualat yang ngambil uang itu Mil,
Uang itu sangat ibu perlukan untuk membayar hutang,
kok ya tega- teganya ada yang ngambil,"
jawab ibu saya dari balik telepon.

Mendengar jawaban itu saya menutup mata perlahan,
butiran air mata mengalir di pipi.

Sambil terbata saya berkata,
"Ibu, maafkan saya...
yang ngambil uang itu saya, bu...
saya minta maaf sama ibu.
Saya minta maaaaf...
saat nanti ketemu saya akan sungkem sama ibu,
saya jahat telah tega sama ibu."

Suasana hening sejenak.
Tidak berapa lama kemudian dari balik telepon
saya dengar ibu saya berkata:

"Ya Tuhan pernyataanku aku cabut,
yang ngambil uangku tidak kualat,
aku maafkan dia.
Ternyata yang ngambil adalah anak laki-lakiku.
Jamil kamu nggak usah pikirin dan doakan saja isterimu
agar cepat sembuh."

Setelah memastikan bahwa ibu saya telah memaafkan saya,
maka saya akhiri percakapan dengan memohon doa darinya.

Kurang lebih pukul 12.45 saya dipanggil dokter,
setibanya di ruangan sambil mengulurkan tangan kepada saya
sang dokter berkata
"Selamat pak,
penyakit isteri bapak sudah ditemukan, infeksi pankreas.
Ibu telah kami obati dan panasnya telah turun,
setelah ini kami akan operasi untuk mengeluarkan bayi dari perut ibu."

Bulu kuduk saya merinding mendengarnya,
sambil menjabat erat tangan sang dokter saya berkata.
"Terima kasih dokter,
semoga Tuhan membalas semua kebaikan dokter."



Saya meninggalkan ruangan dokter itu....
dengan berbisik pada diri sendiri

"Ibu, I miss you so much."

Sumber: "Ibu, I Miss You So Much" oleh Jamil Azzaini, Senior Trainer dan
penulis buku Best Seller 'KUBIK LEADERSHIP; Solusi Esensial Meraih
Sukses dan Kemuliaan Hidup'.

No comments:

Post a Comment