Papa Paling Hebat Sejagat

Usianya 50 tahun waktu aku lahir,
dan dia adalah "Pak Ibu" bagiku.
Aku tak tahu kenapa dia yang ada di rumah,
bukannya Mama,
tapi aku masih kecil
dan satu-satunya di antara temanku yang masih memiliki ayah.

Aku menganggap diriku sangat beruntung.
Papa melakukan banyak hal untukku selagi aku masih SD.
la meyakinkan supir bis sekolah untuk menjemputku di rumah,
bukannya di halte bis biasa yang enam blok jauhnya.
la selalu sudah menyiapkan makan siang waktu aku pulang
biasanya roti pakai selai kacang dan jelly
yang dibentuk sesuai dengan musimnya.

Kesukaanku adalah waktu hari raya.
Rotinya ditaburi gula hijau dan dipotong seperti bentuk pohon.

Ketika aku makin besar dan mencoba meraih kemandirianku,
aku ingin menjauhi tanda cintanya yang "kekanak-kanakan" itu.

Tapi, ia tak mau menyerah.
Waktu aku masuk SLTA dan tak bisa lagi pulang untuk makan siang,
aku mulai membawa makanan sendiri.

Papa bangun lebih pagi sedikit
dan membuatkannya untukku.
Aku tak pernah tahu apa yang akan dibuatnya.
Bagian luar kantungnya bisa ditutupi dengan lukisan gunung
(yang menjadi ciri khasnya)
atau sebuah hati yang ditulisi
"Papa-n-Angie K.K" ditengahnya.

Di dalam pasti ada serbet bergambar hati yang sama
atau tulisan
"Papa sayang kamu."

Sering kali ia menulis lelucon atau teka-teki, seperti
"Kenapa permen disebut popsicle, bukannya momsicle?"

la selalu punya peribahasa konyol yang membuatku tersenyum
dan membuatku tahu bahwa ia mencintaiku.

Aku biasa menyembunyikan makan siangku
supaya tak ada orang yang melihat kantungnya
atau membaca serbetnya,
tapi itu tak berlangsung lama.
Salah seorang temanku melihat serbetnya suatu hari,
merebutnya,
dan mengoperkannya ke seluruh ruang makan.
Wajahku merah padam karena malu.
Herannya,
keesokan harinya semua temanku menunggu untuk melihat serbetnya.

Dari cara mereka bertingkah,
kurasa mereka semua ingin memiliki seseorang
yang menunjukkan jenis cinta seperti itu kepada mereka.

Aku bangga sekali akan Papa.
Selama tahun-tahun berikutnya kala aku di SLTA,
aku menerima semua serbet itu,
dan masih menyimpan sebagian besar dari semua serbet itu.

Dan itu masih belum usai.
Waktu aku pergi dari rumah untuk kuliah (pergi yang paling akhir),
kusangka pesan-pesan itu akan berhenti.
Tapi, aku dan teman-temanku merasa gembira
karena kebiasaan Papa terus berlanjut.

Aku rindu bertemu dengan ayahku waktu pulang sekolah setiap hari,
jadi aku sering meneleponnya.
Rekening teleponku jadinya cukup tinggi.
Tidak peduli apa yang kami omongkan
aku hanya ingin mendengar suaranya.
Kami memulai suatu ritus pada tahun pertama itu
dan terus berlanjut.

Setelah aku mengucapkan salam, ia selalu berkata,
"Angie?"
"Ya, Pa?" aku menyahut.
"Papa sayang kamu."
"Aku juga sayang Papa."

Aku mulai mendapatkan surat hampir setiap hari Jumat.

Staf di meja depan selalu tahu dari mana surat-surat itu berasal
alamat pengirim ditulis "Si Ganteng."
Sering amplopnya ditulis dengan krayon,
dan bersama surat itu ia biasanya melampirkan
gambar kucing dan anjing kami,
gambar dirinya dan Mama,
dan jika aku pulang akhir minggu sebelumnya,
dilampirkan gambar aku sedang berjalan-jalan keliling kota
bersama teman dan memakai rumah sebagai tempat perhentian.

la juga menggambar lukisan gunung dan tulisan berlingkaran hatinya,
Papa-n-Angie K.K.

Surat dikirimkan tiap hari sebelum makan siang
jadi, aku selalu membawa suratnya pada saat aku pergi ke kafetaria.

Aku sadar bahwa menyembunyikan surat itu percuma saja
karena teman sekarmarku adalah teman se-SLTA
yang tahu tentang serbet Papa.

Sebentar saja, kebiasaan itu menjadi ritus Jumat siang.
Aku membaca suratnya,
lalu tulisan dan amplopnya akan dioper-operkan.

Pada masa inilah Papa diserang kanker.
Waktu suratnya tidak tiba pada suatu hari Jumat,
aku tahu ia sakit dan tak sanggup menulis untukku.
la biasa bangun jam 4 pagi supaya ia bisa duduk dalam rumah yang sepi
dan menulis suratnya.
Kalau ia absen mengirim hari Jumat,
suratnya biasanya akan tiba sehari atau dua hari kemudian.
Yang pasti, suratnya selalu tiba.
Teman-temanku biasa memanggilnya

"Papa Paling Keren Sejagat."

Dan suatu hari mereka mengiriminya sebuah kartu,
memberikan julukan itu, ditandatangani oleh mereka semua.

Aku percaya ia mengajarkan pada kami segalanya tentang cinta seorang ayah.

Aku tak akan kaget kalau teman-temanku
mulai mengirim serbet kepada anak-anak mereka.
Papa telah meninggalkan kesan yang akan tetap hidup bersama mereka
dan memberikan inspirasi pada mereka untuk menyampaikan ungkapan cinta
kepada anak-anak mereka sendiri.

Selama empat tahun aku kuliah,
surat dan telepon datang pada jangka waktu teratur.
Tapi, tiba saatnya waktu aku memutuskan untuk pulang
dan menemaninya karena sakitnya semakin parah,
dan aku tahu bahwa waktu kami untuk bersama-sama memang terbatas.

Itulah hari-hari yang paling sulit dilalui.
Melihat lelaki ini,
yang selalu bertingkah begitu muda, bertambah tua melampaui usianya.

Pada akhirnya ia tak mengenali siapa aku
dan akan memanggilku dengan nama saudara
yang bertahun-tahun tak dilihatnya.
Meskipun aku tahu itu karena penyakitnya,
hatiku tetap sakit karena ia tak bisa mengingat namaku.




Aku sendirian dengannya di kamar rumah sakit dua hari sebelum ia meninggal.
Kami berpegangan tangan dan menonton TV Waktu aku bersiap untuk pergi,
ia berkata,

"Angie?"
"Ya, Pa?"
"Papa sayang kamu."
"Aku juga sayang Papa."

==

Angie K. Ward-Kucer

Buku Harian

Nur annisa, adik kecilku,
seorang gadis yang baru menginjak dewasa tetapi agak kasar
dan suka berrkelakuan seperti lelaki.
Ketika usianya mencecah 17 tahun, perkembangan tingkah lakunya
benar-benar membimbangkan sang ibu.

Dia sering membawa teman-teman lelakinya pulang ke rumah.
Situasi ini menyebabkan ibu tak senang
tambahan pula ibu merupakan guru Taman Pendidikan Al Qur'an.
Untuk mengelakkan pergaulan yang terlalu bebas,
ibu telah meminta adik memakai jilbab atau tudung.
Permintaan ibu itu ditolaknya
sehingga seringkali terjadi pertengkaran-pertengkaran kecil antara
mereka.
Pernah pada suatu masa, adik berkata dengan suara yang agak keras,
"cuba mak tengok, jiran-jiran kita pun ada yang anaknya pakai tudung,
tapi perangainya sama persis macam orang yang tak pakai tudung.
Sampai kawan-kawan ani di sekolah, yang pakai tudung pun
selalu keluar berpacaran dengan teman laki-lakinya, sambil pegang-pegang
tangan.
Ani ni, walaupun tak pakai tudung,
tak pernah buat macam tu!"

Ibu hanya mampu mengelus dada mendengar kata-kata adik.
Kadang kala sering terlihat ibu menangis di akhir malam.
Dalam qiamullailnya. Terdengar lirik doanya
" Ya Allah, kenalkan annisa dengan hukumMu".

Pada satu hari ada jiran yang baru pindah berhampiran rumah kami.
Sebuah keluarga yang mempunyai enam orang anak yang masih kecil.
Suaminya bernama Abu khoiri, (nama sebenarnya siapa, tak dapat
dipastikan).
Saya mengenalinya sewaktu di masjid.
Setelah beberapa lama mereka tinggal berhampiran rumah kami,
timbul desas desus mengenai isteri Abu Khoiri yang tidak pernah keluar
rumah,
hingga ada yang menggelarnya
si buta, bisu dan tuli.
Perkara ini telah sampai ke pengetahuan adik.
Dia bertanya kepada saya,
"abang, betul kah orang yang baru pindah itu,
isterinya buta, bisu dan tuli?"

Lalu saya menjawab sambil bercanda,
"kalau ingin tau sangat, pergilah kerumah mereka,
tanyalah sendiri"

Rupa-rupanya adik mengambil serius kata-kata saya
dan benar-benar pergi ke rumah Abu Khoiri.
Sekembalinya dari rumah mereka,
saya melihat perubahan yang benar-benar mendadak berlaku pada wajah
adik.
Wajahnya yang tak pernah muram atau lesu menjadi pucat lesi
......entah apa yang telah berlaku?

Namun, selang dua hari kemudian, dia minta ibu buatkan tudung.
Tudung yang yang sempurna.
Tudung yang apik, yang mencerminkan pakaian taqwa.
Adik pakai baju labuh
...... lengan panjang pula tu
...saya sendiri jadi bingung..bingung campur syukur kepada Allah SWT
kerana saya melihat perubahan yang ajaib
..ya, saya katakan ajaib kerana dia berubah seratus delapan puluh
derajad!

Tiada lagi anak-anak muda atau teman-teman wanitanya yang datang ke
rumah
hanya untuk bercakap perkara-perkara yang tidak tentu arah.
.. saya lihat, dia banyak merenung,
banyak baca majalah Islam (biasanya dia suka beli majalah hiburan),
dan saya lihat ibadahnya pun melebihi saya sendiri
..tak ketinggalan tahajudnya, baca Qur'annya,
solat sunatnya..dan yang lebih menakjubkan lagi,
bila kawan-kawan saya datang, dia menundukkan pandangan
..Segala puji bagi Engkau wahai Allah, jerit hati saya..

Tidak lama kemudian, saya mendapat panggilan untuk bekerja di
Kalimantan,
kerja di satu perusahaan minyak CALTEX.
Dua bulan saya bekerja di sana,
saya mendapat khabar bahawa adik sakit tenat
hingga ibu memanggil saya pulang ke rumah.
Dalam perjalanan, saya tak henti-henti berdoa kepada Allah SWT
agar adik diberi kesembuhan,
hanya itu yang mampu saya usahakan.

Ketika saya sampai di rumah..didepan pintu sudah ramai orang..
hati berdebar-debar, tak dapat ditahan.....
saya berlari masuk ke dalam rumah..
saya lihat ibu menangis ..
saya segera menghampiri ibu lantas memeluknya........
dalam esak tangisnya ibu memberitahu,

"Dhi, adik boleh mengucapkan kalimat Syahadah diakhir hidupnya"..
air mata ini tak dapat ditahan lagi...

Setelah selesai upacara pengkebumian dan lain-lainnya,
saya masuk ke bilik adik.
Saya lihat di atas mejanya terletak sebuah diari.
Diari yang selalu adik tulis.





Diari tempat adik menghabiskan waktunya sebelum tidur semasa hayatnya.
Kemudian diari itu saya buka sehelai demi sehelai...
hingga sampai pada satu halaman yang menguak misteri dan pertanyaan
yang selalu timbul di hati ini..

Perubahan yang terjadi ketika adik baru pulang dari rumah Abu Khoiri.
Di situ tertera soal jawab antara adik dan isteri jiran kami itu.
Butirannya seperti ini:

Soal jawab (saya lihat di lembaran itu terdapat banyak bekas airmata)

Annisa :
aku hairan,
wajah wanita ini cerah dan bersinar seperti bidadari
"mak cik.. wajah mak cik sangat muda dan cantik"

Isteri jiranku :
Alhamdulillah ..
sesungguhnya kecantikan itu datang dari lubuk hati

Annisa :
tapi mak cik kan dah ada anak enam ..
tapi masih kelihatan cantik

Isteri jiranku :
Subhanallah..
sesungguhnya keindahan itu milik Allah SWT.
Dan bila Allah SWT berkehendak..siapakah yang boleh menolaknya?

Annisa :
Mak Cik..selama ini ibu saya selalu menyuruh saya memakai tudung..
tapi saya selalu menolak kerana saya rasa
tak ada masalah kalau saya tak pakai tudung
asalkan saya berkelakuan baik.
Saya tengok, banyak wanita yang pakai tudung
tapi kelakuannya melebihi kami yang tak pakai..
sampai saya tak pernah punya rasa bersalah jika tak pakai tudung..
pendapat mak cik bagaimana?

Isteri jiranku :
annisa,
sesungguhnya Allah SWT menjadikan seluruh tubuh wanita ini
perhiasan dari hujung rambut hingga hujung kaki,
segala sesuatu dari tubuh kita yang terlihat oleh bukan muhrim kita
semuanya akan dipertanggung jawabkan dihadapan Allah SWT nanti,
tudung adalah perlindungan untuk wanita ..

Annisa :
tapi yang saya tengok,
banyak wanita bertudung yang kelakuannya tak elok..

Isteri jiranku :
Tudung hanyalah kain,
tapi hakikat atau makna disebalik tudung itu sendiri yang harus kita
fahami

Annisa :
apakah hakikat tudung ?

Isteri jiranku :
Hakikat tudung adalah perlindungan zahir batin,
lindungi mata kamu dari memandang lelaki yang bukan muhrim kamu,
lindungi lidah kamu dari mengumpat orang dan bercakap perkara yang
sia-sia
..sentiasalah lazimi lidah dengan zikir kepada Allah SWT,
lindungi telinga kamu dari mendengar perkara yang mengundang mudharat
baik untuk dirimu mahupun masyarakat,
lindungi hidungmu dari mencium segala yang berbau busuk,
lindungi tangan-tangan kamu dari berbuat sesuatu yang tidak senonoh,
lindungi kaki kamu dari melangkah menuju maksiat,
lindungi fikiran kamu dari berfikir perkara yang mengundang syaitan
untuk memperdayai nafsu kamu,
lindungi hati kamu dari sesuatu selain Allah SWT,
bila kamu sudah biasa, maka tudung yang kamu pakai akan menyinari hati
kamu..
itulah hakikat tudung

Annisa :
mak cik, sekarang saya sudah jelas tentang erti tudung...
mudah mudahan saya mampu pakai tudung.
Tapi, macam mana saya harus buat semua tu?

Isteri jiranku :
Duhai nisa,
bila kamu memakai tudung,
itulah kurniaan dan rahmat yang datang dari Allah SWT yang Maha Pemberi
Rahmat,
bila kamu mensyukuri rahmat itu,
kamu akan diberi kekuatan untuk melaksanakan amalan-amalan 'tudung'
hingga mencapai kesempurnaan yang diinginkan Allah SWT.

Duhai nisa ..ingatlah akan satu hari
di mana seluruh manusia akan dibangkitkan..
ketika ditiup sangkakala yang kedua,
pada saat roh-roh manusia seperti anai-anai yang bertebaran
dan dikumpulkan dalam satu padang yang tiada batas,
yang tanahnya dari logam yang panas,
tiada rumput mahupun tumbuhan,
ketika tujuh matahari didekatkan di atas kepala kita
namun keadaan gelap gelita,
ketika seluruh manusia ketakutan,
ketika ibu tidak mempedulikan anaknya,
anak tidak mempedulikan ibunya,
sanak-saudara tidak kenal satu sama lain lagi,
antara satu sama lain boleh menjadi musuh
lantaran satu kebaikan lebih berharga dari segala sesuatu yang ada di
alam ini,
ketika manusia berbaris dengan barisan yang panjang
dan masing-masing hanya mempedulikan nasib dirinya,
dan pada saat itu ada yang berpeluh kerana rasa takut yang luar biasa
hingga tenggelam dirinya akibat peluh yang banyak,
dan bermacam macam rupa-rupa bentuk manusia yang tergantung amalannya,
ada yang melihat ketika hidupnya namun buta ketika dibangkitkan,
ada yang berbentuk seperti haiwan,
ada yang berbentuk seperti syaitan,
semuanya menangis..menangis
kerana hari itu Allah SWT murka..
belum pernah Allah SWT murka sebelum dan sesudah hari itu.

Hingga ribuan tahun manusia dibiarkan Allah SWT
di padang mahsyar yang panas membara
hinggalah sampai ke Timbangan Mizan.
Hari itulah dipanggil hari Hisab..

Duhai Annisa,
bila kita tidak berusaha untuk beramal pada hari ini,
entah dengan apa nanti kita akan menjawab
bila kita di tanya oleh Yang Maha Perkasa,
Yang Maha Besar,
Yang Maha Kuat,
Yang Maha Agung. . . . .
Allah SWT .

Sampai di sini sahaja kisah itu saya baca
kerana di sini tulisannya terhenti
dan saya lihat banyak titisan airmata yang jatuh dari pelupuk matanya..
Subhanallah .
Saya selak halaman berikutnya
dan saya lihat tertera tulisan kecil dibawah tulisan itu
"buta, tuli dan bisu..
wanita yang tidak pernah melihat lelaki selain muhrimnya,
wanita yang tidak pernah mahu mendengar perkara
yang dapat mengundang murka Allah SWT,
wanita tidak pernah berbicara ghibah
dan segala sesuatu yang mengundang dosa dan sia sia"

Tak tahan airmata ini pun jatuh.
semoga Allah SWT menerima adikku disisinya...
Amin

Sehelai pita kuning

Pada tahun 1971 surat kabar New York Post menulis kisah nyata
tentang seorang pria yang hidup di sebuah kota kecil di White Oak,
Georgia, Amerika.
Pria ini menikahi seorang wanita yang cantik dan baik,
sayangnya dia tidak pernah menghargai istrinya.
Dia tidak menjadi seorang suami dan ayah yang baik.
Dia sering pulang malam- malam dalam keadaan mabuk,
lalu memukuli anak dan isterinya.

Satu malam dia memutuskan untuk mengadu nasib ke kota besar,
New York.
Dia mencuri uang tabungan isterinya,
lalu dia naik bis menuju ke utara, ke kota besar,
ke kehidupan yang baru.
Bersama-sama beberapa temannya dia memulai bisnis baru.
Untuk beberapa saat dia menikmati hidupnya.
Sex, gambling, drug.
Dia menikmati semuanya.

Bulan berlalu. Tahun berlalu. Bisnisnya gagal,
dan ia mulai kekurangan uang.
Lalu dia mulai terlibat dalam perbuatan kriminal.
Ia menulis cek palsu dan menggunakannya untuk menipu uang orang.
Akhirnya pada suatu saat naas, dia tertangkap.
Polisi menjebloskannya ke dalam penjara,
dan pengadilan menghukum dia tiga tahun penjara.

Menjelang akhir masa penjaranya, dia mulai merindukan rumahnya.
Dia merindukan istrinya.
Dia rindu keluarganya.
Akhirnya dia memutuskan untuk menulis surat kepada istrinya,
untuk menceritakan betapa menyesalnya dia.
Bahwa dia masih mencintai isteri dan anak-anaknya.
Dia berharap dia masih boleh kembali.
Namun dia juga mengerti bahwa mungkin sekarang sudah terlambat,
oleh karena itu ia mengakhiri suratnya dengan menulis:

Sayang,
engkau tidak perlu menunggu aku...

Namun jika engkau masih ada perasaan padaku,
maukah kau nyatakan?
Jika kau masih mau aku kembali padamu,
ikatkanlah sehelai pita kuning bagiku,
pada satu-satunya pohon beringin yang berada di pusat kota.
Apabila aku lewat dan tidak menemukan sehelai pita kuning,
tidak apa-apa.
Aku akan tahu dan mengerti.
Aku tidak akan turun dari bis,
dan akan terus menuju Miami.
Dan aku berjanji aku tidak akan pernah lagi
menganggu engkau dan anak-anak seumur hidupku.

Akhirnya hari pelepasannya tiba.
Dia sangat gelisah.
Dia tidak menerima surat balasan dari isterinya.
Dia tidak tahu apakah isterinya menerima suratnya
atau sekalipun dia membaca suratnya,
apakah dia mau mengampuninya?

Dia naik bis menuju Miami, Florida,
yang melewati kampung halamannya,
White Oak.
Dia sangat sangat gugup.
Seisi bis mendengar ceritanya,
dan mereka meminta kepada sopir bus itu,
"Tolong, pas lewat White Oak, jalan pelan-pelan.
Kita mesti lihat apa yang akan terjadi."

Hatinya berdebar-debar saat bis mendekati pusat kota White Oak.
Dia tidak berani mengangkat kepalanya.
Keringat dingin mengucur deras.
Akhirnya dia melihat pohon itu.



Air mata menetas di matanya.
Dia tidak melihat sehelai pita kuning.

Tidak ada sehelai pita kuning.
Tidak ada sehelai.
Melainkan ada seratus helai pita-pita kuning bergantungan
di pohon beringin itu.

Seluruh pohon itu dipenuhi pita kuning.

Sang sopir langsung menelpon surat kabar dan menceritakan kisah ini.

Kisah nyata ini
menjadi lagu hits nomor satu pada tahun 1973 di Amerika.
Seorang penulis lagu menuliskan kisah ini menjadi lagu,
"Tie a Yellow Ribbon Around the Old Oak Tree",
dan ketika album ini di-rilis pada bulan Februari 1973,
langsung menjadi hits pada bulan April 1973.

I'm coming home
I've done my time
And I have to know what is or isn't mine
If you received my letter
Telling you I'd soon be free
Then you'd know just what to do If you still want me
If you still want me
Oh tie a yellow ribbon

'Round the old oak tree It's been three long years
Do you still want me
If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree
I'll stay on the bus, forget about us
Put the blame on me
If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree

Bus driver please look for me
'Cause I couldn't bare to see what I might see
I'm really still in prison
And my love she holds the key
A simple yellow ribbon's all I need to set me free
I wrote and told her please

Oh tie a yellow ribbon 'Round the old oak tree
It's been three long years
Do you still want me
If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree
I'll stay on the bus, forget about us
Put the blame on me
If I don't see a yellow ribbon 'Round the old oak tree

Now the whole damn bus is cheering
And I can't believe
I see A hundred yellow ribbons 'Round the old.

Kisah Nyata tentang Arbutus dan Burung Camar

Nenekku memiliki seorang musuh benama Bu Wilcox.
Nenek dan Bu Wilcox masih pengantin baru
ketika mereka mulai menghuni dua rumah bersebelahan
di Main Street yang tentram beratapkan pohon elm
di sebuah kota kecil tempat mereka menghabiskan hidup mereka.

Aku tak tahu apa yang memulai perang itu
yang terjadi jauh sebelum aku lahir
dan menurutku, saat aku lahir, setelah 30 tahun kemudian,
mereka sendiri sudah lupa apa yang memulainya.
Tapi perang itu masih terus berlangsung dengan sengit.

Jangan salah.
Ini bukan pertandingan yang sopan.
Ini perang antara dua orang wanita,
yang merupakan perang total.
Tak ada satu pun orang dalam kota yang luput dari akibatnya.

Gereja yang sudah berusia 300 tahun,
yang mengalami Revolusi,
Perang Saudara, Perang Spanyol-Amerika,
hampir roboh saat Nenek dan Bu Wilcox berseteru
dalam Pertempuran Ladies' Aid.

Nenek memenangkannya, tapi kemenangan itu hampa.
Bu Wilcox, karena tak dapat jadi ketua,
keluar dari Ladies' Aid dengan gusar,
jadi apa asyiknya memimpin sesuatu
kalau tak bisa memaksa sang musuh bebuyutan untuk mengaku kalah?

Bu Wilcox memenangkan Pertempuran Perpustakaan Umum,
membuat keponakannya Gertrude menjadi pustakawan,
bukan Tante Phyllis-ku.

Pada saat Gertrude mengambil alih,
hari itu juga Nenek berhenti membaca buku perpustakaan dalam semalam,
buku perpustakaan menjelma menjadi "barang berkuman kotor"
dan Nenek mulai membeli buku sendiri.

Pertempuran SMU hasilnya seri.
Kepala sekolahnya mendapat pekerjaan yang lebih baik
dan pergi sebelum Bu Wilcox berhasil mengeluarkannya,
atau Nenek memberikannya masa jabatan seumur hidup.

Selain pertempuran besar ini,
selalu ada serangan dan tembakan di garis pertempuran.

Waktu masih kecil, saat kami mengunjungi nenekku,
salah satu keasyikannya adalah mencibir pada cucu Bu Wilcox
yang amat bandel dan baru sekarang aku menyadari
bahwa mereka hampir sebandel kami
dan mencuri anggur dari kebun milik Wilcox.

Kami juga mengejar ayam Bu Wilcox,
dan menaruh petasan, sisa perayaan 4 Juli (Hari Kemerdekaan),
di rel troli tepat di depan rumah Wilcox,
berharap dengan hati senang bahwa saat troli lewat,

ledakannya sebenarnya masalah yang bisa diabaikan
akan mengejutkan Bu Wilcox.

Pada suatu hari yang cerah,
kami menaruh seekor ular di tangki hujan Wilcox.
Nenekku setengah menentang,
tapi kami merasakan simpati diam-diam,
begitu berbeda dengan larangan ibuku,
dan dengan girang meneruskan kebandelan kami.

Kalau ada anakku yang ...
tapi itu cerita lain.

Jangan menyangka bahwa ini kampanye satu arah.

Bu Wilcox juga memiliki cucu,
lebih banyak,
lebih tangguh,
dan lebih pintar daripada cucu nenekku.

Nenek pun tidak lolos begitu saja.
la diperkenalkan kepada sigung (musang yang berbau busuk) di lotengnya.
Pada hari Halloween,
semua barang yang terlupakan, seperti perabot taman,
dengan ajaib terbang ke bubungan gudang,
dan harus diturunkan oleh pekerja berotot kuat
dan diupah dengan harga tinggi.

Hari mencuci yang berangin tak pernah berlalu
tanpa tali jemuran putus secara misterius,
hingga kain tergeletak di tanah dan harus dicuci lagi.

Sebagian peristiwa ini mungkin memang kebetulan,
tapi cucu Wilcox yang selalu mendapatkan pujian.

Aku tak tahu bagaimana Nenek dapat bertahan menghadapi masalah ini
kalau bukan berkat
'halaman rumah tangga' dari koran Boston.

Halaman rumah tangga ini merupakan sebuah institusi yang menyenangkan.
Selain tip memasak dan nasihat kebersihan biasa,
ada juga bagian yang disusun dari surat pembaca untuk pembaca.

Intinya adalah kalau orang punya masalah
atau mungkin cuma ingin mengeluarkan unek-unek
orang bisa menyurati koran,
menandatanganinya dengan nama seperti Arbutus.
Itu nama pena Nenek.

Lalu, wanita yang memiliki masalah yang sama
membalas dan memberi tahu Anda apa yang telah mereka lakukan,
dengan nama-nama seperti Orang Yang Tahu atau Xanthipee,
atau apa saja.

Yang sering terjadi, masalah terselesaikan,
dan orang tetap meneruskan surat-menyurat mereka selama bertahun-tahun
melalui kolom di koran itu,
saling bercerita tentang anak-anak,
tentang pengawetan,
dan ruang makan yang baru.

Itulah yang terjadi pada Nenek.

la dan seorang wanita berjulukan Burung Camar
bersurat-suratan selama seper-empat abad
dan Nenek bercerita pada Burung Camar
tentang hal yang tak akan diceritakannya kepada orang lain
hal seperti waktu ia berharap untuk mengandung anak lagi
tapi ternyata tidak,

dan saat Paman Steve mendapatkan 'sesuatu' di rambutnya di sekolah
dan betapa malunya Nenek,
meskipun ia berhasil menyingkirkan sesuatu itu sebelum ada orang di kota
yang melihatnya.

Burung Camar adalah sahabat sehati Nenek yang sejati.

Waktu aku berusia sekitar 16 tahun,
Bu Wilcox meninggal.

Di kota kecil, betapa pun orang membenci tetangganya,
sudah sepantasnya ia berkunjung dan menawarkan pertolongan.

Nenek pun, dengan rapi mengenakan celemek katunnya
untuk menunjukkan bahwa ia sungguh-sungguh ingin membantu.

Nenek melintasi dua pekarangan untuk tiba di rumah Wilcox,
dan anak Wilcox memintanya membersihkan ruang depan yang sudah bersih
untuk pemakaman.

Dan pada tempat kehormatan di atas meja ruang tamu
tergeletak sebuah buku kliping besar,
dan di dalam kliping itu,
ditempelkan dengan rapi dalam kolom yang berdampingan,
surat-suratnya untuk Burung Camar selama bertahun-tahun
dan surat-surat Burung Camar untuknya.

Musuh bebuyutan Nenek ternyata adalah sahabat sejatinya.

Itu satu-satunya saat aku ingat melihat nenekku menangis.
Waktu itu aku tak tahu apa tepatnya yang ia tangisi,
tapi aku tahu sekarang.
la menangisi seluruh tahun yang tersia-sia
yang tak dapat diselamatkan lagi.
Waktu itu aku hanya terkesan oleh air matanya,
dan mereka membuatku mengingat hari itu
sebagai kenangan yang lebih berharga daripada air mata seorang wanita.







Pada hari itulah aku pertama-tama mulai menduga
sesuatu yang sekarang aku yakini sepenuh hati,
dan kalau aku harus berhenti meyakininya,
aku ingin berhenti hidup.
Inilah keyakinan itu:

Orang mungkin kelihatan betul-betul menyusahkan.
Mereka mungkin kelihatan jahat, kerdil, dan licik.
Tapi, kalau kamu mau melangkah 10 langkah ke kiri
dan melihat lagi dengan cahaya yang jatuh pada sudut yang berbeda,
mungkin sekali kamu dapat melihat bahwa
mereka itu murah hati, hangat, dan baik.

Semuanya tergantung.
Semuanya tergantung dari sisi mana kamu melihat mereka.

==
Louise Dickinson Rich